Al
Bukhari memang seorang imam dan ulama ahli hadits yang jempolan. Boleh
dibilang, beliau adalah ahli hadits nomer satu di dunia. Tidak ada yang dapat
menandinginya dizamannya dan zaman-zaman sesudahnya. Beliau adalah maestro.
Daya ingat dan kepiawaiannya di bidang hadits sudah teruji dan diakui secara
luas.
Semasa hidupnya, beliau yang
bernama lengkap Abu Abdillah Muhammad Bin Isma’il Bin Mughiroh bin Bardizbah Al
Ju’fiy Al Bukhariy ini berkelana ke berbagai kota untuk mencari hadits dan
menebarkan ilmunya. Diantara kota yang beliau kunjungidan tinggali adalah Baghdad.
Kala
itu Baghdad adalah pusat ilmu pengetahuan. Sejumlah ulama terkemuka dari
berbagai bidang ilmu tinggal disana. Kedatangan Imam Al Bukhari disana yang
sudah terkenal akan keilmuannya itu disambut dengan antusias. Timbul hasrat para
muhadditsin disana yang ingin menguji ilmu dan keahlian beliau.
Maka
berkumpullah mereka untuk membahas cara-cara untuk menguji beliau. Dalam
pertemuan itu mereka sepakat untuk menghimpun 100 hadits dengan rangkaian
sanadnya masing-masing. Hadits-hadits itu kemudian diacak sanad-sanadnya. Sanad
hadits A ditukar dengan sanad hadits B dan sanad hadits B ditukar dengan sanad
hadits , dan begitu seterusnya.
Sebagai
contoh, dimasing-masing hadits ini terdapat tulisan yang bergaris bawah dan
yang berhuruf tebal. Yang berhuruf tebal adalah teks (Matan) hadits alias sabda
Rasulullah SAW. Sedang yang bergaris bawah adalah sanad, berisi rangkaian
periwayat hadits dari perawi terakhir hingga sahabat yang langsung menerima
hadits dari Nabi SAW. Misalnya, dalam hadits pertama , perawi terakhir mengaku
menerima hadits dari seorang guru yang bernama Abu bakar. Abu Bakar menerimanya
dari Abu Syaibah dan Abu Kuraib, keduanya dari Abu Muawiyah. Abu Mu’awiyah dari
Al A’masy dan begitu seterusnya. Sedang pada hadits kedua, perawi terakhir
mnerima hadits dari gurunya, Abu Thahir. Abu Thahir menerimanya dari Abdullah
bin Wahb, Abdullah dari Haiwah bin Syuraih, Haiwah dari ibnul Had dan
seterusnya.
Ini
adalah rangkaian yang benar, kemudian hadits itu diacak. Sanad hadits pertama
dipasangkan dengan hadits kedua, sanad hadits kedua dipasangkan dengan hadits
lain. Atau, mungkin saja, kedua hadits tersebut saling ditukar sebagai berikut
:
Ke-100
hadits yang telah diacak itu mereka berikan kepada 10 orang masing-masing
mendapatkan 10 hadits. Mereka disuruh untuk menghadiri majelis Imam Al Bukhari
pada hari tertentu dan menanyakan hadits-hadits tersebut kepada sang Imam. Ada
kemungkinan, hadits yang ditanyakan oleh seorang dari mereka, sanandnya telah
dipasangkan dengan hadits yang ditanyakan oleh lelaki lain.
Pada
hari yang ditentukan mereka datang ke majelis Al Bukhari. Ternyata, disana
telah ramai orang. Majelis itu dihadiri oleh pentolan-pentolan ahli hadits.
Tidak hanya dari baghdad, tapi juga dari Khurasan dan daerah-daerah lain.
Ketika
majelis itu telah menjadi tenang, seorang dari ke-10 lelaki tadi maju. Dia
menanyakan hadits yang sanadnya sudah ditukar. “Saya diberitahu fulan , si
fulan diberitahu fulan, dan seterusnya, fulan dari Rasulullah SAW , beliau
bersabda…. “ lalu disebutlah sabda beliau . Imam Al Bukhari kemudian menjawab
“Aku tidak tahu”
Lalu ia
menyebutkan hadits lain dengan hadits yang tertukar. Imam Al Bukhari menjawab,
“Aku tidak tahu.” Dan begitu seterusnya hingga dia menyebutkan 10 hadits.
Semuanya dijawab oleh Imam Al Bukhari dengan, “Aku tidak tahu.”
Orang-orang
yang hadir saling beradu pandang. Yang tahu bahwa hadits-hadits itu telah
tertukar sanadnya, termasuk para ahli hadits Baghdad yang telah merancang
pengujian tersebut berkata, “Lelaki ini (Al Bukhari) paham.” Sementara yang
tidak tahu mencibir beliau. Beliau dianggap lemah daya hafalnya dan dangkal
pengetahuannya tentang hadits. “Ah ternyata dia tidak seperti namanya.
Hadits-hadits itu saja ia tidak tahu.” Kira-kira begitulah mereka berkata pada
teman mereka.
Kemudian,
lelaki kedua maju. Dia menyebutkan sebuah hadits dengan sanad yang tertukar.
“Aku tidak tahu,” jawab Al Bukhari. Lalu disebutkan hadits lain. Imam kita
menjawab dengan jawaban yang sama. Dan begitu seterusnya hingga 10 hadits.
Orang-orang
yang hadir kembali saling beradu pandang. Mereka bertambah heran. Yang tidak
tahu bahwa hadits itu telah tertukar sanadnya mencibir beliau. Mereka
menganggap Imam Al Bukhari lemah hafalannya, dangkal ilmunya, serta dangkal
pula pengetahuannya tentang hadits.
Mereka menganggap ia tidak sesuai dengan
ketenaran namanya.
Lelaki
ketiga maju. Seperti kedua temannya tadi, ia menanyakan 10 hadits yang juga
telah diacak sebelumnya dengan menukar sanadnya. Kembali Imam Al Bukhari
berkata, “Aku tidak tahu,” setiap si lelaki menyelesaikan sebuah hadits.
Kemudian,
maju lelaki keempat, kelima, keenam, ketujuh, kedelapan, kesembilan, dan
kesepuluh. Semua dijawab, “Aku tidak tahu,” oleh Imam Al Bukhari.
Imam Al
Bukhari menunggu, barangkali masih ada orang lain yang hendak maju untuk
bertanya. Ternyata tidak ada. Semua orang diam. Beliau pun menoleh kearah
lelaki pertama. “Adapun haditsmu yang pertama, bunyinya adalah begini, dan
sanadnya adalah begini.” Disebutkannya hadits itu dengan tepat beserta
sanad-sanadnya yang benar. “Adapun haditsmu yang kedua, bunyinya seperti ini,
dan sanadnya adalah…..” dan begitu seterusnya beliau menyebutkan satu persatu
dari sepuluh hadits yang telah ditanyakan tadi sembari mengembalikan sanadnya
yang benar.
Kemudian
beliau menoleh ke arah lelaki yang kedua. “Haditsmu yang pertama bunyinya
seperti ini, dan sanadnya ini. Haditsmu yang kedua bunyinya begini, dan
sanadnya ini. “ dan begitu seterusnya hingga 10 hadits. Semua disebutkannya
dengan lafal yang benar dan sanad yang tepat pula. Beliau mengembalikan
tiap-tiap matan (Teks) hadits ke sanadnya yang benar, dan sanad ke matannya
yang benar pula sampai hadits yang keseratus.
Seluruh
orang yang hadir berdecak kagum. Semua terpana oleh daya ingat Imam yang begitu
kuat. Semua mengagumi dan mengakui ketinggian serta penguasaan ilmu hadits
beliau yang luar biasa. Imam Al Bukhari memang tak tertandingi……!
Sumber : Hikayat, Cahaya Nabawiy.